Bapak mertuaku (Pak Tom, samaran) yang berusia sekitar 60 tahun baru
saja pensiun dari pekerjaannya di salah satu perusahaan di Jakarta.
Sebetulnya beliau sudah pensiun dari anggota ABRI ketika berumur 55
tahun, tetapi karena dianggap masih mampu maka beliau terus dikaryakan.
Karena beliau masih ingin terus berkarya, maka beliau memutuskan untuk
kembali ke kampungnya didaerah Malang, Jawa Timur selain untuk
menghabiskan hari tuanya, juga beliau ingin mengurusi kebun Apelnya yang
cukup luas.
Ibu mertuaku (Bu Mar, samaran) walaupun sudah berumur sekitar 45
tahun, tetapi penampilannya jauh lebih muda dari umurnya. Badannya saja
tidak gemuk gombyor seperti biasanya ibu-ibu yang sudah berumur, walau
tidak cantik tetapi berwajah ayu dan menyenangkan untuk dipandang.
Penampilan ibu mertuaku seperti itu mungkin karena selama di Jakarta
kehidupannya selalu berkecukupan dan telaten mengikuti senam secara
berkala dengan kelompoknya.
Beberapa bulan yang lalu, aku mengambil cuti panjang dan
mengunjunginya bersama Istriku (anak tunggal mertuaku) dan anakku yang
baru berusia 2 tahun. Kedatangan kami disambut dengan gembira oleh kedua
orang mertuaku, apalagi sudah setahun lebih tidak bertemu sejak
mertuaku kembali ke kampungnya. Pertama-tama, aku di peluk oleh Pak Tom
mertuaku dan istriku dipeluk serta diciumi oleh ibunya dan setelah itu
istriku segera mendatangi ayahnya serta memeluknya dan Bu Mar mendekapku
dengan erat sehingga terasa payudaranya mengganjal empuk di dadaku dan
tidak terasa penisku menjadi tegang karenanya.
Dalam pelukannya, Bu Mar sempat membisikkan Sur…(namaku).., Ibu
kangen sekali denganmu”, sambil menggosok-gosokkan tangannya di
punggungku, dan untuk tidak mengecewakannya kubisiki juga, “Buuu…, Saya
juga kangen sekali dengan Ibu”, dan aku menjadi sangat kaget ketika ibu
mertuaku sambil tetap masih mendekapku membisikiku dengan kata-kata,
“Suuur…, Ibu merasakan ada yang mengganjal di perut Ibu”, dan karena
kaget dengan kata-kata itu, aku menjadi tertegun dan terus saling
melepaskan pelukan dan kuperhatikan ibu mertuaku tersenyum penuh arti.
Setelah dua hari berada di rumah mertua, aku dan istriku merasakan
ada keanehan dalam rumah tangga mertuaku, terutama pada diri ibu
mertuaku. Ibu mertuaku selalu saja marah-marah kepada suaminya apabila
ada hal-hal yang kurang berkenan, sedangkan ayah mertuaku menjadi lebih
pendiam serta tidak meladeni ibu mertuaku ketika beliau sedang
marah-marah dan ayah mertuaku kelihatannya lebih senang menghabiskan
waktunya di kebun Apelnya, walaupun di situ hanya duduk-duduk seperti
sedang merenung atau melamun. Istriku sebagai anaknya tidak bisa berbuat
apa-apa dengan tingkah laku orang tuanya terutama dengan ibunya, yang
sudah sangat jauh berlainan dibanding sewaktu mereka masih berada di
Jakarta, kami berdua hanya bisa menduga-duga saja dan kemungkinannya
beliau itu terkena post power syndrome. Karena istriku takut untuk
menanyakannya kepada kedua orang tuanya, lalu Istriku memintaku untuk
mengorek keterangan dari ibunya dan supaya ibunya mau bercerita tentang
masalah yang sedang dihadapinya, maka istriku memintaku untuk
menanyakannya sewaktu dia tidak sedang di rumah dan sewaktu ayahnya
sedang ke kebun Apelnya.
Judi Bola -Di pagi hari ke 3 setelah selesai sarapan pagi, istriku sambil
membawa anakku, pamitan kepada kedua orang tuanya untuk pergi
mengunjungi Budenya di kota Kediri, yang tidak terlalu jauh dari Malang
dan kalau bisa akan pulang sore nanti.
“Lho…, Mur (nama istriku), kok Mas mu nggak diajak..?”, tanya ibunya.
“Laah.., nggak usahlah Buuu…, biar Mas Sur nemenin Bapak dan Ibu, wong
nggak lama saja kok”, sahut istriku sambil mengedipkan matanya ke arahku
dan aku tahu apa maksud kedipan matanya itu, sedangkan ayahnya hanya
berpesan pendek supaya hati-hati di jalan karena hanya pergi dengan
cucunya saja.
Tidak lama setelah istriku pergi, Pak Tompun pamitan dengan istrinya
dan aku, untuk pergi ke kebun apelnya yang tidak terlalu jauh dari
rumahnya sambil menambahkan kata-katanya, “Nak Suuur…, kalau nanti mau
lihat-lihat kebun, susul bapak saja ke sana”. Sekarang yang di rumah
hanya tinggal aku dan ibu mertuaku yang sedang sibuk membersihkan meja
makan. Untuk mengisi waktu sambil menunggu waktu yang tepat untuk
menjalankan tugas yang diminta oleh istriku, kugunakan untuk membaca
koran lokal di ruang tamu.
Entah sudah berapa lama aku membaca koran, yang pasti seluruh halaman
sudah kubaca semua dan tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara sesuatu
yang jatuh dan diikuti dengan suara mengaduh dari belakang, dengan
gerakan reflek aku segera berlari menuju belakang sambil berteriak,
“Buuu…, ada apa buuu?”. Dan dari dalam kamar tidurnya kudengar suara ibu
mertuaku seperti merintih, “Nak Suuur…, tolooong Ibuuu”, dan ketika
kujenguk ternyata ibu mertuaku terduduk di lantai dan sepertinya habis
terjatuh dari bangku kecil di dekat lemari pakaian sambil meringis dan
mengaduh serta mengurut pangkal pahanya. Serta merta kuangkat ibu
mertuaku ke atas tempat tidurnya yang cukup lebar dan kutidurkan sambil
kutanya, “Bagian mana yang sakit Buuu”, dan ibu mertuaku menjawab dengan
wajah meringis seperti menahan rasa sakit, “Di sini.., sambil mengurut
pangkal paha kanannya dari luar rok yang dipakainya”.
Tanpa permisi lalu kubantu mengurut paha ibu mertuaku sambil kembali kutanya, “Buuu…, apa ada bagian lain yang sakit..?
“Nggak ada kok Suuur…, cuman di sepanjang paha kanan ini ada rasa sakit sedikit..”, jawabnya.
“Ooh…, iya nak Suuur…, tolong ambilkan minyak kayu putih di kamar ibu, biar paha ibu terasa panas dan hilang sakitnya”.
Sbobet Casino -Aku segera mencari minyak yang dimaksud di meja rias dan alangkah
kagetku ketika aku kembali dari mengambil minyak kayu putih, kulihat ibu
mertuaku telah menyingkap roknya ke atas sehingga kedua pahanya
terlihat jelas, putih dan mulus. Aku tertegun sejenak di dekat tempat
tidur karena melihat pemandangan ini dan mungkin karena melihat
keragu-raguanku ini dan tertegun dengan mataku tertuju ke arah paha
beliau, ibu mertuaku langsung saja berkata, “Ayooo..lah nak Suuur…,
nggak usah ragu-ragu, kaki ibu terasa sakit sekali ini lho, lagi pula
dengan ibu mertua sendiri saja kok pake sungkan sungkan…, tolong di
urutkan paha ibu tapi nggak usah pakai minyak kayu putih itu…, ibu takut
nanti malah paha ibu jadi kepanasan.
Dengan perasaan penuh keraguan, kuurut pelan-pelan paha kanannya yang
terlihat ada tanda agak merah memanjang yang mungkin sewaktu terjatuh
tadi terkena bangku yang dinaikinya seraya kutanya, “Bagaimana Buuu…,
apa bagian ini yang sakit..?
“Betul Nak Suuur…, yaa yang ituuu…, tolong urutkan yang agak keras
sedikit dari atas ke bawah”, dan dengan patuh segera saja kuikuti
permintaan ibu mertuaku. Setelah beberapa saat kuurut pahanya yang
katanya sakit itu dari bawah ke atas, sambil memejamkan matanya, ibu
mertuaku berkata kembali, “Nak Suuur…, tolong agak ke atas sedikit
ngurutnya”, sambil menarik roknya lebih ke atas sehingga sebagian celana
dalamnya yang berwarna merah muda dan tipis itu terlihat jelas dan
membuatku menjadi tertegun dan gemetar entah kenapa, apalagi vagina ibu
mertuaku itu terlihat mengembung dari luar CD-nya dan ada beberapa helai
bulu vaginanya yang keluar dari samping CD-nya.
“Ayoo…,doong…, Nak Sur, kok ngurutnya jadi berhenti”, kata ibu mertuaku sehingga membuatku tersadar.
“Iii…, yaa…, Buuu maaf, tapi…, Buuu”, jawabku agak terbata-bata dan tanpa menyelesaikan perkataanku karena agak ragu.
Agen Sbobet Casino--“aah… kenapa sih Nak Suuur..?, kata ibu mertuaku kembali sambil tangan
kanannya memegang tangan kiriku serta menggoncangnya pelan.
“Buuu…, Saa…, yaa…, saayaa”, sahutku tanpa sadar dan tidak tahu apa yang
harus kukatakan, tetapi yang pasti penisku menjadi semakin tegang
karena melihat bagian CD ibu mertuaku yang menggelembung di bagian
tengahnya.
“Nak Suuur..”, katanya lirih sambil menarik tangan kiriku dan kuikuti
saja tarikan tangannya tanpa prasangka yang bukan-bukan, dan setelah
tanganku diciumnya serta digeser geserkan di bibirnya, lalu secara tidak
kuduga tanganku diletakkan tepat di atas vaginanya yang masih tertutup
CD dan tetap dipegangnya sambil dipijat-pijatkannya secara perlahan ke
vaginanya diikuti dengan desis suara ibu mertuaku, “ssshh…, ssshh”.
Kejadian yang tidak kuduga sama sekali ini begitu mengagetkanku dan
secara tidak sadar aku berguman agak keras.
“Buuu…, Saa…yaa”, dan belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, dari
mulut ibu mertuaku terdengar, “Nak Suuur…, koook seperti anak kecil
saja.., siiih?”.
“Buu…, Saa…, yaa…, takuuut kalau nanti bapak datang”, sahutku gemetar
karena memang saat itu aku takut benar, sambil mencoba menarik tanganku
tetapi tangan ibu mertuaku yang masih tetap memegang tanganku,
menahannya dan bahkan semakin menekan tanganku ke vaginanya serta
berkata pelan, “Nak Suuur…, Bapak pulang untuk makan siang selalu jam 1
siang nanti…, tolong Ibuuu…, naak”,terdengar seperti mengiba.
Sebetulnya siapa sih yang tidak mau kalau sudah seperti ini, aku juga
tidak munafik dan pasti para pembaca Situs “17 Tahun.Com” pun juga
tidak bisa menahan diri kalau dalam situasi seperti ini, tetapi karena
ini baru pertama kualami dan apalagi dengan ibu mertuaku sendiri,
tentunya perasaan takutpun pasti akan ada.
Taruhan Bola“Ayooo…lah Nak Suuur…, tolongin Ibuuu…, Naak”, kudengar ibu mertuaku
mengiba kembali sehingga membuatku tersadar dan tahu-tahu ibu mertuaku
telah memelukku.
“Buuu…, biar saya kunci pintunya dulu, yaa..?”, pintaku karena aku
was-was kalau nanti ada orang masuk, tetapi ibu mertuaku malah menjawab,
“Nggak usah naak…, selama ini nggak pernah ada orang pagi-pagi ke rumah
Ibu”, serta terus mencium bibirku dengan bernafsu sampai aku sedikit
kewalahan untuk bernafas. Semakin lama ibu mertuaku semakin tambah
agresif saja, sambil tetap menciumiku, tangannya berusaha melepaskan
kaos oblong yang kukenakan dan setelah berhasil melepaskan kaosku dengan
mudah disertai dengan bunyi nafasnya yang terdengar berat dan cepat,
ibu mertuaku terus mencium wajah serta bibirku dan perlahan-lahan
ciumannya bergerak ke arah leher serta kemudian ke arah dadaku.
Ciuman demi ciuman ibu mertuaku ini tentu saja membuatku menjadi
semakin bernafsu dan ketakutanku yang tadipun sudah tidak teringat lagi.
“Buuu…, boleh saya bukaa…, rok Ibu..? tanyaku minta izin.
“Suuur…, bol…, eh…, boleh…, Nak, Nak Suur…, boleh lakukan apa saja..”,
katanya dengan suara terputus-putus dan terus kembali menciumi dadaku
dengan nafasnya yang cepat dan sekarang malah berusaha melepas kancing
celana pendek yang ada di badanku. Setelah rok ibu mertuaku terlepas,
lalu kulepaskan juga kaitan BH-nya dan tersembulah payudaranya yang
tidak begitu besar dan sudah agak menggelantung ke bawah dengan puting
susunya yang besar kecoklatan. Sambil kuusapkan kedua tanganku ke bagian
bawah payudaranya lalu kutanyakan, “Buuu…, boleh saya pegang dan ciumi
tetek…, Ibuu..?
Agent Poker“Bool…, eh…, boleh…, sayang.., lakukan apa saja yang Nak Sur mau.., Ibu
sudah lama sekali tidak mendapatkan ini lagi dari bapakmu…, ayoo..,
sayaang”, sahut ibu mertuaku dengan suara terbata-bata sambil mengangkat
dadanya dan perlahan-lahan kupegang kedua payudara ibu mertuaku dan
salah satu puting susunya langsung kujilati dan kuhisap-hisap, serta
pelan-pelan kudorong tubuh ibu mertuaku sehingga jatuh tertidur di kasur
dan dari mulut ibu mertuaku terdengar, “ssshh…, aahh.., sayaang…,
ooohh…, teruuus…, yaang…, tolong puasiiin Ibuu…, Naak”, dan suara ibu
mertuaku yang terdengar menghiba itu menjadikanku semakin terangsang dan
aku sudah lupa kalau yang kugeluti ini adalah ibu mertuaku sendiri dan
ibu dari istriku.
“Naak Suuur”, kudengar suara ibu mertuaku yang sedang meremas-remas
rambut di kepalaku serta menciuminya, “Ibuu…, ingin melihat punyamu…,
Naak”, seraya tangannya berusaha memegang penisku yang masih tertutup
celana pendekku.
“Iyaa…, Buu…, saya buka celana dulu Buuu”, sahutku setelah kuhentikan
hisapanku pada payudaranya serta segera saja aku bangkit dan duduk di
dekat muka ibu mertuaku. Segera saja ibu mertuaku memegang penisku yang
sedang berdiri tegang dari luar celana dan berkomentar, “Nak Suur…,
besar betuuul…, dan keras lagi, ayooo…, dong cepaat.., dibuka
celananya…, agar Ibu bisa melihatnya lebih jelas”, katanya seperti sudah
tidak sabar lagi, dan tanpa disuruh ibu untuk kedua kalinya, langsung
saja kulepas celana pendek yang kukenakan.
Cerita Dewasa : Ketika aku membuka CD-ku serta melihat penisku
berdiri tegang ke atas, langsung saja ibu mertuaku berteriak kecil,
“Aduuuh…, Suuur…, besaar sekali”, padahal menurut anggapanku ukuran
penisku sepertinya wajar saja menurut ukuran orang Indonesia tapi
mungkin saja lebih besar dari punya suaminya dan ibu mertuaku langsung
saja memegangnya serta mengocoknya pelan-pelan sehingga tanpa kusadari
aku mengeluarkan desahan kecil, “ssshh…, aahh”, sambil kedua tanganku
kuusap-usapkan di wajah dan rambutnya.
Poker Agen “Aduuuh…, Buuu…, sakiiit”, teriakku pelan ketika ibu mertuaku
berusaha menarik penisku ke arah wajahnya, dan mendengar keluhanku itu
segera saja ibu mertuaku melepas tarikannya dan memiringkan badannya
serta mengangkat separuh badannya yang ditahan oleh tangan kanannya dan
kemudian mendekati penisku. Setelah mulutnya dekat dengan penisku,
langsung saja ibu mertuaku mengeluarkan lidahnya serta menjilati kepala
penisku sedangkan tangan kirinya meremas-remas pelan kedua bolaku,
sedangkan tangan kiriku kugunakan untuk meremas-remas rambutnya serta
sekaligus untuk menahan kepala ibu mertuaku. Tangan kananku
kuremas-remaskan pada payudaranya yang tergantung ke samping.
Setelah beberapa kali kepala penisku dijilatinya, pelan-pelan kutarik
kepala ibu mertuaku agar bisa lebih dekat lagi ke arah penisku dan
rupanya ibu mertuaku cepat mengerti apa yang kumaksud dan walaupun tanpa
kata-kata langsung saja kepalanya didekatkan mengikuti tarikan kedua
tanganku dan sambil memegangi batang penisku serta dengan hanya membuka
mulutnya sedikit, ibu mertuaku secara pelan-pelan memasukkan penisku
yang sudah basah oleh air liurnya sampai setengah batang penisku masuk
ke dalam mulutnya. Kurasakan lidah ibu mertuaku dipermainkannya dan
digesek-gesekannya pada kepala penisku, setelah itu kepala ibu
ditariknya mundur pelan-pelan dan kembali dimajukan sehingga penisku
terasa sangat nikmat. Karena tidak tahan menahan kenikmatan yang di
berikan ibu mertuaku, aku jadi mendesis, “ssshh…, aacccrrr…, ooohh”,
mengikuti irama maju mundurnya kepala ibu. Makin lama gerakan kepala ibu
mertuaku maju mundur semakin cepat dan ini menambah nikmat bagiku.
Beberapa menit kemudian, ibu mertuaku secara tiba-tiba melepaskan
penisku dari mulutnya, padahal aku masih ingin hal ini terus berlangsung
dan sambil kembali menaruh kepalanya di tempat tidur, dia menarik
bahuku untuk mengikutinya. Ibu langsung mencium wajahku dan ketika
ciumannya mengarah ke telingaku, kudengar ibu berkata dengan agak
berbisik, “Naak Suuur…, Ibu juga kepingin punya ibu dijilati”, dan
sambil kunaiki tubuh ibu mertuaku lalu kutanyakan, “Buuu…, apa boleh…,
saya lakukan?”, dan segera saja ibu menjawabnya, “Nak Suuur…, tolong
pegang dan jilati kepunyaan ibu…, naak…, ibu sudah lama kepingin di
gituin”.
Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, aku menurunkan badanku secara
perlahan-lahan dan ketika melewati dadanya kembali kuciumi serta
kujilati payudara ibu mertuaku yang sudah tidak terlalu keras lagi,
setelah beberapa saat kuciumi payudara ibu, aku segera menurunkan
badanku lagi secara perlahan sedangkan ibu mertuaku meremas-remas
rambutku, juga terasa seperti berusaha mendorong kepalaku agar
cepat-cepat sampai ke bawah. Kuciumi dan kujilati perut dan pusar ibu
sambil salah satu tanganku kugunakan untuk menurunkan CD-nya. Kemudian
dengan cekatan ku lepas CD-nya dan kulemparkan ke atas lantai. Kulihat
vagina ibu mertuaku begitu lebat ditumbuhi bulu-bulu yang hitam
mengitari liang vaginanya. Mungkin karena terlalu lama aku menjilati
perut dan sekitarnya, kembali kurasakan tangan ibu yang ada di kepalaku
menekan ke bawah dan kali ini kuikuti dengan menurunkan badanku
pelan-pelan ke bawah dan sesampainya di dekat vaginanya, kuciumi daerah
di sekitarnya dan apa yang kulakukan ini mungkin menyebabkan ibu tidak
sabaran lagi, sehingga kudengar suara ibu mertuaku, “Nak Suuur…,
tolooong…, cepaat…, saa.., yaang…, ayooo…, Suuur”.
Tanpa kujawab permintaannya, aku mulai melebarkan kakinya dan
kuletakkan badanku di antara kedua pahanya, lalu kusibak bulu vaginanya
yang lebat itu untuk melihat belahan vagina ibu dan setelah bibir vagina
ibu terlihat jelas lalu kubuka bibir kemaluannya dengan kedua jari
tanganku, ternyata vagina ibu mertuaku telah basah sekali. Ketika ujung
lidahku kujilatkan ke dalam vaginanya, kurasakan tubuh ibu menggelinjang
agak keras sambil berkata, “Cepaat…, Suuur…, ibu sudah nggak tahaan”.
agen poker terpercaya Dengan cepat kumasukkan mulut dan lidahku ke dalam vaginanya sambil
kujilati dan kusedot-sedot dan ini menyebabkan ibu mulai menaik-turunkan
pantatnya serta bersuara, “ssshh…, aahh…, Suuur…, teruuus…, adduuuhh…,
enaak…, Suuur”, Lalu kukecup clitorisnya berulang kali hingga mengeras,
hal ini membuat ibu mertuaku menggelinjang hebat, “Aahh…, ooohh…,
Suuur…, betuuul…, yang itu…, Suuur…, enaak…, aduuuh…, Suuur…,
teruskaan…, aahh”, sambil kedua tangannya menjambak rambutku serta
menekan kepalaku lebih dalam masuk ke vaginanya. Kecupan demi kecupan di
vagina ibu ini kuteruskan sehingga gerakan badan ibu mertuaku semakin
menggila dan tiba-tiba kudengar suara ibu setengah mengerang, “aahh…,
oooh…, duuuh…, Suuur…, ibuu…, mau.., mauuu…, sampaiii…, Naak…, oooh”,
disertai dengan gerakan pantatnya naik turun secara cepat.
Gerakan badannya terhenti dan yang kudengar adalah nafasnya yang
menjadi terengah-engah dengan begitu cepatnya dan tangannyapun sudah
tidak meremas-remas rambutku lagi, sementara itu jilatan lidahku di
vagina ibu hanya kulakukan sekedarnya di bagian bibirnya saja. Dengan
nafasnya yang masih memburu itu, tiba-tiba ibu mertuaku bangun dan duduk
serta berusaha menarik kepalaku seraya berkata, “Naak Suuur…, ke
siniii…, saayaang”, dan tanpa menolak kuikuti saja tarikan tangan ibu,
ketika kepalaku sudah di dekat kepalanya, ibu mertuaku langsung saja
memelukku seraya berkata dengan suara terputus-putus karena nafasnya
yang masih memburu, “Suuur…, Ibu puas dengan apa yang Nak Suuur…,
lakukan tadi, terima kasiih…, Naak”. Ibu mertuaku bertubi-tubi mencium
wajahku dan kubalas juga ciumannya dengan menciumi wajahnya sambil
kukatakan untuk menyenangkan hatinya, “Buuu…, saya sayang Ibuuu…, saya
ingin ibu menjadi…, puu..aas”.
Setelah nafas ibu sudah kembali normal dan tetap saja masih menciumi
seluruh wajahku dan sesekali bibirku, dia berkata, “Naak Suuur…, Ibu
masih belum puas sekali…, Suuur…, tolooong puasin ibu sampai benar-benar
puaas…, Naak”, seraya kurasakan ibu merenggangkan kedua kakinya. Karena
aku masih belum memberikan reaksi atas ucapannya itu, karena tiba-tiba
aku terpikir akan istriku dan yang kugeluti ini adalah ibu kandungnya,
aku menjadi tersadar ketika ibu bersuara kembali, “Sayaang…, ayooo…,
tolooong Ibu dipuasin lagi Suuur, tolong masukkan punyamu yang besar itu
ke punya ibu”.
“Buuu…, seharusnya saya tidak boleh melakukan ini…, apalagi kepada Ibuu”,sahutku di dekat telinganya.
“Suuur…, nggak apa-apa…, Naak…, Ibu yang kepingin, lakukanlah Naak…,
lakukan sampai Ibu benar-benar puas Suuur”, katanya dengan suara
setengah mengiba.
“aahh…, biarlah, kenapa kutolak”, pikirku dan tanpa membuang waktu
lagi aku lalu mengambil ancang-ancang dan kupegang penisku serta
kuusap-usapkan di belahan bibir vagina ibu mertuaku yang sudah sedikit
terbuka. Sambil kucium telinga ibu lalu kubisikkan, “Buuu…, maaf yaa….,
saya mau masukkan sekarang, boleh?”.
bandarpokerterpercaya “Suur…, cepat masukkan, Ibu sudah kepingin sekali Naak”, sahutnya
seperti tidak sabar lagi dan tanpa menunggu ibu menyelesaikan kalimatnya
aku tusukkan penisku ke dalam vaginanya, mungkin entah tusukan penisku
terlalu cepat atau karena ibu katanya sudah lama tidak pernah digauli
oleh suaminya langsung saja beliau berteriak kecil, “Aduuuh…, Suuur…,
pelan-pelan saayaang…, ibu agak sakit niiih”, katanya dengan wajah yang
agak meringis mungkin menahan rasa kesakitan. Kuhentikan tusukan penisku
di vaginanya, “Maaf Buu…, saya sudah menyakiti Ibu…, maaf ya Bu”. Ibu
mertuaku kembali menciumku, “Tidak apa-apa Suuur…, Ibu cuma sakit
sedikit saja kok, coba lagi Suur..”, sambil merangkulkan kedua tangannya
di pungungku.
“Buuu…, saya mau masukkan lagi yaa dan tolong Ibu bilang yaa…, kalau
ibu merasa sakit”, sahutku. Tanpa menunggu jawaban ibu segera saja
kutusukkan kembali penisku tetapi sekarang kulakukan dengan lebih pelan.
Ketika kepala penisku sudah menancap di lubang vaginanya, kulihat ibu
sedikit meringis tetapi tidak mengeluarkan keluhan, “Buuu…, sakit..,
yaa?”. Ibu hanya menggelengkan kepalanya serta menjawab, “Suuur…,
masukkan saja sayaang”, sambil kurasakan kedua tangan ibu menekan
punggungku. Aku segera kembali menekan penisku di lubang vaginanya dan
sedikit terasa kepala penisku sudah bisa membuka lubang vaginanya,
tetapi kembali kulihat wajah ibu meringis menahan sakit. Karena ibu
tidak mengeluh maka aku teruskan saja tusukan penisku dan, “Bleess”,
penisku mulai membongkar masuk ke liang vaginanya diikuti dengan
teriakan kecil, “Aduuuh…, Suuur”, sambil menengkeramkan kedua tangannya
di punggungku dan tentu saja gerakan penisku masuk ke dalam vaginanya
segera kutahan agar tidak menambah sakit bagi ibu.
“Buuu…, sakit yaa..? maaf ya Buuu”. Ibu mertuaku hanya menggelengkan kepalanya.
“Enggak kok sayaang…, ibu hanya kaget sedikit saja”, lalu mencium
wajahku sambil berucap kembali, “Suuur…, besar betul punyamu itu”.
Pelan-pelan kunaik-turunkan pantatku sehingga penisku yang terjepit
di dalam vaginanya keluar masuk dan ibupun mulai menggoyang-goyangkan
pantatnya pelan-pelan sambil berdesah, “ssshh…, oooh…, aahh…, sayaang…,
nikmat…, teruuuskan…, Naak”, katanya seraya mempercepat goyangan
pantatnya. Akupun sudah mulai merasakan enaknya vaginan ibu dan kusahut
desahannya, “Buuu…, aahh…, punyaa Ibu juga nikmat, buuu”, sambil kuciumi
pipinya.
Makin lama gerakanku dan ibu semakin cepat dan ibupun semakin sering
mendesah, “Aah…, Suuurr…, ooh…, teruus…, Suur”. Ketika sedang
nikmat-enaknya menggerakkan penisku keluar masuk vaginanya, ibu
menghentikan goyangan pantatnya. Aku tersentak kaget, “Buuu…, kenapa?
apa ibu capeeek?”, Ibu hanya menggelengkan kepalanya saja, sambil
mencium leherku ibu berucap, “Suuur…, coba hentikan gerakanmu itu
sebentar”.
“Ada apa Buuu”, sahutku sambil menghentikan goyangan pantatku naik turun.
“Suuur…, kamu diam saja dan coba rasakan ini”, kata ibu tanpa
menjelaskan apa maksudnya dan tidak kuduga tiba-tiba terasa penisku
seperti tersedot dan terhisap di dalam vagina ibu mertuaku, sehingga
tanpa sadar aku mengatakan, “Buuu…, aduuuh…, enaak…, Buu…, teruus Bu,
oooh…, nikmat Buu”, dan tanpa sadar, aku kembali menggerakkan penisku
keluar masuk dengan cepat dan ibupun mulai kembali menggoyangkan
pantatnya.
“oooh…, aah…, Suuur…, enaak Suuur”, dan nafasnya dan nafaskupun semakin cepat dan tidak terkontrol lagi.
Mengetahui nafas Ibu serta goyangan pantat Ibu sudah tidak terkontrol
lagi, aku tidak ingin ibu cepat-cepat mencapai orgasmenya, lalu segera
saja kuhentikan gerakan pantatku dan kucabut penisku dari dalam
vaginanya yang menyebabkan ibu mertuaku protes, “Kenapa…, Suuur…, kok
berhenti?”, tapi protes ibu tidak kutanggapi dan aku segera melepaskan
diri dari pelukannya lalu bangun.
Tanpa bertanya, lalu badan ibu mertuaku kumiringkan ke hadapanku dan
kaki kirinya kuangkat serta kuletakkan di pundakku, sedangkan ibu
mertuaku hanya mengikuti saja apa yang kulakukan itu. Dengan posisi
seperti ini, segera saja kutusukkan kembali penisku masuk ke dalam
vagina ibu mertuaku yang sudah sangat basah itu tanpa kesulitan. Ketika
seluruh batang penisku sudak masuk semua ke dalam vaginanya, segera saja
kutekan badanku kuat-kuat ke badan ibu sehingga ibu mulai berteriak
kecil, “Suuur…, aduuuh…, punyamu masuk dalam sekali…, naak…, aduuuh…,
teruuus sayaang…, aah”, dan aku meneruskan gerakan keluar masuk penisku
dengan kuat. Setiap kali penisku kutekan dengan kuat ke dalam vagina ibu
mertuaku, ibu terus saja berdesah, “Ooohh…, aahh…, Suuur…, enaak…,
terus, tekan yang kuaat sayaang”.
Aku tidak berlama-lama dengan posisi seperti ini. Kembali kehentikan
gerakanku dan kucabut penisku dari dalam vaginanya. Kulihat ibu hanya
diam saja tanpa protes lagi dan lalu kukatakan pada ibu, “Buuu…, coba
ibu tengkurap dan nungging”, kataku sambil kubantu membalikkan badan dan
mengatur kaki ibu sewaktu nungging, “Aduuh…, Suuur…, kamu kok
macem-macem sih”, komentar Ibu mertuaku. Aku tidak menanggapi
komentarnya dan tanpa kuberi aba-aba penisku kutusukkan langsung masuk
ke dalam vagina ibu serta kutekan kuat-kuat dengan memegang pinggangnya
sehingga ibu berteriak, “Aduuuh Suuur, oooh”, dan tanpa kupedulikan
teriakan ibu, langsung saja kukocok penisku keluar masuk vaginanya
dengan cepat dan kuat hingga membuat badan ibu tergetar ketika sodokanku
menyentuh tubuhnya dan setiap kali kudengar ibu berteriak, “oooh…,
oooh…, Suuur”, dan tidak lama kemudian ibu mengeluh lagi, “Suuur…, Ibu
capek Naak…, sudaah Suuur…, Ibuu capeeek”, dan tanpa kuduga ibu lalu
menjatuhkan dirinya tertidur tengkurap dengan nafasnya yang
terengah-engah, sehingga mau tak mau penisku jadi keluar dari vaginanya.
Tanpa mempedulikan kata-katanya, segera saja kubalik badan ibu yang
jatuh tengkurap. Sekarang sudah tidur telentang lagi, kuangkat kedua
kakinya lalu kuletakkan di atas kedua bahuku. Ibu yang kulihat sudah
tidak bertenaga itu hanya mengikuti saja apa yang kuperbuat. Segera saja
kumasukkan penisku dengan mudah ke dalam vagina ibu mertuaku yang
memang sudah semakin basah itu, kutekan dan kutarik kuat sehingga
payudaranya yang memang sudah aggak lembek itu terguncang-guncang. Ibu
mertuaku nafasnya terdengar sangat cepat, “Suuur…, jangaan…, kuat-kuat
Naak…, badan ibu sakit semua”, sambil memegang kedua tanganku yang
kuletakkan di samping badannya untuk menahan badanku.
Mendengar kata-kata ibu mertuaku, aku menjadi tersadar dan teringat
kalau yang ada di hadapanku ini adalah ibu mertuaku sendiri dan segera
saja kehentikan gerakan penisku keluar masuk vaginanya serta kuturunkan
kedua kaki ibu dari bahuku dan langsung saja kupeluk badan ibu serta
kuucapkan, “Maaf…, Buu…, kalau saya menyakiti Ibu, saya akan mencoba
untuk pelan-pelan”, segera saja ibu berucap, “Suuur nggak apa-apa Nak,
tapi Ibu lebih suka dengan posisi seperti ini saja, ayoo…, Suuur mainkan
lagi punyamu agar ibu cepat puaas”.
“Iyaa…, Buuu…, saya akan coba lagi”, sahutku sambil kembali
kunaik-turunkan pantatku sehingga penisku keluar masuk vagina ibu dan
kali ini aku lakukan dengan hati-hati agar tidak menyakiti badan ibu,
dan ibu mertuakupun sekarang sudah mulai menggoyangkan pantatnya serta
sesekali mempermainkan otot-otot di vaginanya, sehingga kadang-kadang
terasa penisku terasa tertahan sewaktu memasuki liang vaginanya.
Ketika salah satu payudara ibu kuhisap-hisap puting susunya yang
sudah mengeras itu, ibu mertuaku semakin mempercepat goyangan pinggulnya
dan terdengar desahannya yang agak keras diantara nafasnya yang sudah
mulai memburu, “ooohh…, aahh…, Suuur…, teruuus…, oooh”, seraya
meremas-remas rambutku lebih keras. Akupun ikut mempercepat keluar
masuknya penisku di dalam vaginanya.
Goyangan pinggul ibu mertuakupun semakin cepat dan sepertinya sudah
tidak bisa mengontrol dirinya lagi. Disertai nafasnya yang semakin
terengah-engah dan kedua tangannya dirangkulkan ke punggungku kuat-kuat,
ibu mengatakan dengan terbata-bata, “Nak Suuur…, aduuuh…, Ibuuu…,
sudaah…, oooh…, mauuu kelluaar”. Aku sulit bernafas karena punggungku
dipeluk dan dicengkeramnya dengan kuat dan kemudian ibu mertuaku menjadi
terdiam, hanya nafasnya saja yang kudengar terengah-engah dengan keras
dan genjotan penisku keluar masuk vaginanya. Untuk sementara aku
hentikan untuk memberikan kesempatan pada ibu menikmati orgasmenya
sambil kuciumi wajahnya, “Bagaimana…, Buuu?, mudah-mudahan ibu cukup
puas.
Ibu mertuaku tetap masih menutup matanya dan tidak segera menjawab
pertanyaanku, yang pasti nafas ibu masih memburu tetapi sudah mulai
berkurang dibanding sebelumnya. Karena ibu masih diam, aku menjadi
sangat kasihan dan kusambung pertanyaanku tadi di dekat telinganya,
“Buu…, saya tahu ibu pasti capek sekali, lebih baik ibu istirahat dulu
saja.., yaa?”, seraya aku mulai mengangkat pantatku agar penisku bisa
keluar dari vagina ibu yang sudah sangat basah itu. Tetapi baru saja
pantatku ingin kuangkat, ternyata ibu mertuaku cepat-cepat mencengkeram
pinggulku dengan kedua tangannya dan sambil membuka matanya, memandang
ke wajahku, “Jangaan…, Suuur…, jangan dilepas punyamu itu, ibu diam saja
karena ingin melepaskan lelah sambil menikmati punyamu yang besar itu
mengganjal di tempat ibuuu, jangaan dicabut dulu…, yaa…, sayaang”, terus
kembali menutup matanya.
Mendengar permintaan ibu itu, aku tidak jadi mencabut penisku dari
dalam vagina ibu dan kembali kujatuhkan badanku pelan-pelan di atas
badan ibu yang nafasnya sekarang sudah kelihatan mulai agak teratur,
sambil kukatakan, “Tidaak…, Buuu…, saya tidak akan mencabutnya, saya
juga masih kepingin terus seperti ini”, sambil kurangkul leher ibu
dengan tangan kananku. Ibu hanya diam saja dengan pernyataanku itu,
tetapi tiba-tiba penisku yang sejak tadi kudiamkan di dalam vaginanya
terasa seperti dijepit dan tersedot vagina ibu mertuaku, dan tanpa sadar
aku mengaduh, “Aduuuh…, oooh…, Buuu”.
“Kenapa…, sayaang…, enaak yaa?”, sahut ibu sambil mencium bibirku dengan
lembut dan sambil kucium hidungnya kukatakan, “Buuu…, enaak sekaliii”,
dan seperti tadi, sewaktu ibu mertuaku mula-mula menjepit dan menyedot
penisku dengan vaginanya, secara tidak sengaja aku mulai menggerakkan
lagi penisku keluar masuk vaginanya dan ibu mertuakupun kembali
mendesah, “oooh…, aah…, Suuur…, teruuus…, naak…, aduuuh…, enaak sekali”.
Semakin lama gerakan pinggul ibu semakin cepat dan kembali kudengar
nafasnya semakin lama semakin memburu. Gerakan pinggul ibu kuimbangi
dengan mempercepat kocokan penisku keluar masuk vaginanya. Makin lama
aku sepertinya sudah tidak kuat untuk menahan agar air maniku tetap
tidak keluar, “Buuu…, sebentar lagi…, sayaa…, sudaah…, mau keluaar”,
sambil kupercepat penisku keluar masuk vaginanya dan mungkin karena
mendengar aku sudah mendekati klimaks, ibu mertuakupun semakin
mempercepat gerakan pinggulnya serta mempererat cengkeraman tangannya di
punggungku seraya berkata, “Suuur…, teruuuss…, Naak…, Ibuuu…, jugaa…,
sudah dekat, ooohh…, ayooo Suuur…, semprooot Ibuu dengan airmuu…,
sekaraang”.
“Iyaa…, Buuu…, tahaan”, sambil kutekan pantatku kuat-kuat dan kami
akhiri teriakan itu dengan berpelukan sangat kuat serta tetap kutekan
penisku dalam-dalam ke vagina ibu mertuaku. Dalam klimaksnya terasa
vagina ibu memijat penisku dengan kuat dan kami terus terdiam dengan
nafas terengah-engah.
Setelah nafas kami berdua agak teratur, lalu kucabut penisku dari
dalam vagina ibu dan kujatuhkan badanku serta kutarik kepala ibu
mertuaku dan kuletakkan di dadaku.Setelah nafasku mulai teratur kembali
dan kuperhatikan nafas ibupun begitu, aku jadi ingat akan tugas yang
diberikan oleh istriku.
“Buuu…, apa ini yang menyebabkan ibu selalu marah-marah pada Bapak..?”, tanyaku.
“Mungkin saja Suuur…, kenapa Suuur?”, Sahutnya sambil tersenyum dan mencium pipiku.
“Buuu…, kalau benar, tolong ibu kurangi marah-marahnya kepada Bapak, kasihan dia”, ibu hanya diam dan seperti berfikir.
Setelah diam sebentar lalu kukatakan, “Buuu…, sudah siang lho, seraya kubangunkan tubuh ibu serta kubimbing ke kamar mandi.
Setelah peristiwa ini terjadi, ibu seringkali mengunjungi rumah kami
dengan alasan kangen cucu dan anaknya Mur, tetapi kenyataannya ibu
mertuaku selalu mengontakku melalui telepon di kantor dan meminta
jatahnya di suatu motel, sebelum menuju ke rumahku. Untungnya sampai
sekarang Istriku tidak curiga, hanya saja dia merasa aneh, karena setiap
bulannya ibunya selalu mengunjung rumah kami.